1.
Perang Badar : Perang ini terjadi pada 17 Ramadlan 2 H di
Lembah Badar. Dalam Al Quran, perang ini disebut “Yaumul Furqan”
artinya hari pemisah antara dua kelompok. Dalam perang ini pasukan Islam
yang berjumlah 300 personil berhasil memperoleh kemenangan dari kafir Quraisy
yang berjumlah 1000 orang. Kemenangan dalam Perang Badar ini menjadikan
kedudukan Islam semakin kokoh dan kuat di Madinah dan sekitarnya. Sementara
orang Yahudi, terutama Bani Qainuqa’ merasa kecewa dan menunjukkan sikap tidak
bersahabat kepada umat Islam. Mereka ingin menikam umat Islam dari belakang,
sehingga Nabi menyerang mereka dan akhirnya mereka memilih keluar dari Madinah
menuju daerah Adhri’at dekat Syiria.
2.
Perang Uhud: Kafir Makkah yang merasa terpukul karena kekalahan mereka
dalam Perang Badar, bertekad membalas dendam. Pada tahun 3 H mereka
berangkat menuju Madinah dengan kekuatan 3000 personil berkendaraan unta dan
200 pasukan kuda dipimpin Khalid bin Walid. Banyak kabilah yang bergabung
dengan pasukan Quraisy, di antaranya: Bani Tihamah, Kinanah, Harits, Haun, dan
Musthaliq. Untuk menghadapi mereka, Nabi Muhammad bersama para sahabat
sepakat keluar dari Kota Madinah dan bertahan di Bukit Uhud. Dengan kekuatan
1000 personil pasukan, pada mulanya umat Islam memperoleh kemenangan. Hanya
lantaran ketidakdisiplinan sebagian pasukan pemanah yang menjaga bukit, pasukan
Islam terdesak dan menderita kekalahan. Dalam Perang Uhud ada 70 pasukan
Islam yang gugur sebagai syuhada’ dan di antara mereka adalah Hamzah bin
Abdul Muthallib, paman Nabi. Kekalahan umat Islam di Uhud menjadikan orang
Yahudi, terutama Bani Nadzir mencoba melakukan pembunuhan terhadap diri Nabi.
Akibatnya mereka diganjar diusir dari Madinah dan menetap di Khaibar.
3.
Perang Khandaq: Karena sanksi pengusiran itu, Yahudi Bani Nadzir
bersekutu dengan kafir Quraisy, Bani Fazara, Asyjak, Sulaim, Murrah, As’ad,
Sa’ad, dan Ghatfan untuk menyerang Madinah. Pada bulan Syawal 5 H, mereka
berangkat menuju Madinah. Untuk menghadapi mereka, umat Islam sepakat untuk
bertahan dalam Kota Madinah dan atas usul Salman Al Farisi, Nabi
Muhammad memerintahkan para sahabat untuk menggali parit pertahanan. Itulah
sebabnya perang ini disebut “Perang Khandaq” (perang parit)
atau “Perang Ahzab” (perang sekutu). Terhadang oleh parit,
pasukan sekutu memilih bertahan di luar kota dengan mendirikan kemah-kemah.
Setelah satu bulan Kota Madinah dikepung, terjadi badai topan yang memporak
porandakan perkemahan mereka. Akhirnya mereka membubarkan diri setelah terjadi
perdebatan sengit antara masing-masing pemimpin kabilah. Sementara itu, Yahudi
Bani Quraidhah dipimpin Ka’ab bin As’ad berkhianat akan menghantam umat islam
dari belakang. Dengan tegas, Nabi Muhammad menjatuhkan hukuman berat,
berupa hukuman mati.
4.
Perang Khaibar: Kegagalan pasukan sekutu dalam Perang Khandaq
menjadikan orang-orang Yahudi penasaran dan kembali berkhianat dengan membentuk
persekutuan baru. Prilaku pengkhianatan Yahudi ini menjadi petunjuk bahwa
mereka amat membahayakan keamanan Madinah. Untuk menjaga stabilitas, keamanan,
dan integritas wilayah Madinah, pada tahun 7 H, Nabi Muhammad menyerang
kelompok-kelompok Yahudi di Wadil Qura, Fadak, Taima’, dan Khaibar. Di antara
kelima kelompok itu yang paling kuat pertahanannya adalah Khaibar yang dihuni
oleh Bani Nadzir. Meskipun demikian, semangat juang umat Islam tidak pernah
luntur dan akhirnya Yahudi Khaibar menyerah dengan kesediaan membayar separo
hasil tanaman mereka kepada kaum muslimin. Ini merupakan upaya prefentif agar
dapat memantau aktifitas Yahudi yang mencoba berkhianat.
5.
Fathu Makkah: Pada tahun 6 H antara kafir Quraisy dan umat Islam sepakat
menandatangani perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isinya adalah “Di
antara kedua belah pihak tidak saling berperang selama 10 tahun”. Akan
tetapi perjanjian gencatan senjata ini dikhianati oleh kafir Quraisy ketika
mereka membantu Bani Bakar yang terlibat perang dengan Bani Khuza’ah
yang menjadi sekutu Madinah. Lantaran pengkhianatan ini, Rasulullah mengerahkan
10.000 personil pasukan untuk menghukum mereka. Di dekat Kota Makkah, pasukan
Islam mendirikan perkemahan yang memberi kesan kekuatan yang tidak akan
tertandingi oleh kafir Quraisy. Pada 20 Ramadlan 8 H pasukan Islam dengan mudah
berhasil memasuki Kota Makkah tanpa perlawanan yang berarti. Dengan
mengumandangkan takbir dan ayat : patung-patung berhala di sekitar Ka’bah
dihancurkan. Sesudah itu, mereka melakukan thawaf, kemudian Nabi Muhammad
saw berkhutbah yang isinya: “Menjanjikan ampunan Allah kepada mereka yang masuk
Islam”. Peristiwa ini disebut Futhu Makkah artinya terbukanya Kota Makkah.
Sejak itu banyak pembesar Quraisy masuk Islam yang kemudian menjadi tokoh-tokoh
pembela Islam yang disegani. Dengan demikian berakhirlah perseteruan antara
Makkah dan Madinah.
6.
Perang Hunain: Sesudah Fathu Makkah sebagian besar penduduk
Jazirah Arab sudah masuk Islam, kecuali beberapa kelompok seperti suku Hawazin
dan Tsaqif di Wadi Hunain dan Thaif. Mereka bersikeras menentang dakwah
Islamiyah dan menuntut balas atas penghancuran patung-patung berhala mereka
di Ka’bah. Dibawah komando Malik bin Auf, pada tahun 8 H mereka bergerak
menghadang pasukan Islam di lorong Bukit Tihamah. Serangan mendadak ini
berhasil memukul mundur pasukan Islam, kecuali Nabi Muhammad saw
dan Abbas dengan sekelompok kecil pasukan. Kemudian beliau menyeru pasukan yang
mengundurkan diri untuk tetap bertahan dan kembali berperang dengan
semangat jihad yang tinggi. Seruan ini membakar semangat pasukan Islam,
sehingga dalam waktu singkat medan perang bisa dikuasai. Apalagi Ali bin
Abi Thalib berhasil menjatuhkan unta pembawa panji pasukan musuh, sehingga
mereka panik dan melarikan diri ke tanah datar Authas, Nakhlah dan Malik bin
Auf melarikan diri ke Kota Thaif. Karena itu pasukan Islam mengepung Kota Thaif
yang dikenal memiliki benteng pertahanan yang kokoh dan penduduknya ahli
memanah. Taktik yang dipergunakan pasukan Islam untuk melawan mereka adalah
menggunakan al-manjaniq (alat untuk melempar batu dengan cepat) dan senjata
ad-dabbabah (tameng pelindung diri dari panah musuh). Meskipun demikian Thaif
tetap sulit ditaklukkan, sehingga Nabi Muhammad berinisiatif untuk
memperluas pengepungan Kota Thaif dan memblokir penduduknya. Beliau berangkat
ke Ji’ranah tempat pengumpulan rampasan perang dari Hawazin. Saat itulah
delegasi Hawazin mendatangi Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Tak
lama kemudian Malik bin Auf menghadap beliau dan menyatakan masuk Islam yang
diikuti seluruh penduduk Thaif.
7.
Perang Tabuk: Perang Tabuk merupakan seri kedua perang
antara pasukan Islam dengan Romawi setelah Perang Mu’tah. Dinamakan
Tabuk karena perang ini terjadi di Kota Tabuk, sebelah utara Jazirah
Arab. Dengan bantuan dari Bani Lakhim dan Ghassan, pada tahun 9 H pasukan
Romawi dengan kekuatan sangat besar menyerbu tapal batas Jazirah Arab. Untuk
menghadapi mereka Nabi Muhammad mengerahkan pasukan khusus yang dikenal
dengan “Jaisyul usrah” (lasykar saat kesulitan). Dengan semangat
berani mati, mereka melakukan penyerangan dan berhasil memporak porandakan
pertahanan pasukan Romawi yang kemudian kembali ke negaranya. Pasukan Islam
tetap bertahan di Tabuk dengan mendirikan perkemahan dengan tujuan mengintai
perkembangan tentara musuh. Kesempatan ini dipergunakan untuk mengajak penduduk
di sekitar tapal batas Jazirah Arab dan Syria, terutama untuk masuk Islam.
Kemudian Nabi mengirim pasukan ke Daumatil Jandal dipimpin Khalid bin Walid dan
memperoleh kemenangan. Sejak itu selesailah Perang Tabuk.